Mengenal Bebek Mandarin, Burung Eksotis Sang Pembawa Romantisme

Ada satu sore yang tak pernah kulupakan. Saat itu aku sedang berjalan di tepi danau kecil di kawasan taman kota Bogor. Matahari mulai turun, dan langit berubah menjadi jingga keemasan. Di tengah ketenangan air, sepasang bebek dengan warna bulu yang mencolok berenang berdampingan. Warna jingga, biru, dan ungu di bulu jantannya tampak berkilau disinari cahaya senja. Saat itulah, aku sadar—aku sedang menatap salah satu burung paling menawan di dunia: Bebek Mandarin.

Awal Perjumpaan: Cinta pada Pandangan Pertama

Melihat Bebek Mandarin, Unggas Paling Indah di Dunia | kumparan.com

Aku bukan pengamat burung profesional, tapi siapa pun yang pernah melihat bebek ini pasti setuju bahwa mereka seperti karya seni hidup. Si jantan, dengan bulu berwarna oranye mencolok di pipinya, sayap berujung biru keunguan, dan dada keunguan yang elegan, tampak gagah sekaligus anggun. Sementara betinanya lebih sederhana dengan bulu abu-abu lembut, tapi sorot matanya lembut dan tenang—seolah menyimpan ketulusan.

Ketika mereka berenang berdampingan, aku paham mengapa dalam banyak budaya Asia Timur, Bebek Mandarin sering disebut simbol cinta dan kesetiaan. Mereka dikenal sebagai pasangan yang tak terpisahkan, dan bahkan diyakini hanya memiliki satu pasangan seumur hidup. Dalam hati, aku tersenyum. Dunia yang penuh drama ini ternyata masih menyimpan kisah cinta sejati, setidaknya di antara dua makhluk bersayap itu Wikipedia.

Asal Usul dan Habitat Alaminya

Setelah sore itu, rasa ingin tahuku meningkat. Aku mulai mencari tahu lebih dalam tentang bebek menawan ini. Ternyata, Bebek Mandarin (Aix galericulata) berasal dari Asia Timur, terutama di Tiongkok, Jepang, dan Rusia bagian timur. Mereka biasanya menghuni daerah berhutan yang dekat dengan sungai, danau, atau kolam. Di musim dingin, sebagian dari mereka bermigrasi ke selatan, mencari daerah yang lebih hangat seperti Cina Selatan atau bahkan ke kawasan Asia Tenggara.

Di alam liar, bebek ini suka bersarang di lubang pohon yang dekat dengan air. Hal yang menarik adalah, setelah anak-anaknya menetas, induknya akan memanggil dari bawah pohon—dan anak-anak bebek kecil itu akan melompat turun dari ketinggian, lalu berenang dengan lincah menuju ibunya. Bayangkan, seekor anak bebek mungil melompat dari lubang pohon setinggi beberapa meter, tanpa sayap sempurna, tapi mendarat dengan aman di tanah berumput. Alam memang punya cara luar biasa menjaga ciptaannya.

Simbolisme dalam Budaya Asia

Yang membuatku semakin tertarik, Bebek Mandarin bukan sekadar hewan cantik. Di Tiongkok, burung ini memiliki makna simbolik yang sangat kuat. Mereka sering dijadikan simbol pernikahan bahagia dan kesetiaan abadi. Dalam tradisi Tionghoa, pasangan pengantin baru kadang diberikan sepasang patung atau lukisan bebek Mandarin sebagai doa agar rumah tangga mereka langgeng dan penuh cinta.

Di Jepang pun, bebek ini dikenal sebagai “oshidori,” dan menjadi simbol romantisme dalam puisi kuno. Dalam bahasa Jepang, ada istilah oshidori fūfu yang berarti “pasangan bebek mandarin”—sebuah ungkapan untuk menggambarkan suami istri yang saling mencintai dan setia.

Aku teringat satu kutipan klasik Tiongkok yang menyebutkan:
“Di dunia ini, hanya ada dua hal yang tak akan terpisahkan — bayangan di air dan sepasang bebek mandarin.”
Begitu puitis dan dalam, bukan?

Keindahan yang Terancam

Namun di balik pesona dan maknanya yang indah, aku juga menemukan kenyataan pahit: populasi Bebek Mandarin di alam liar terus menurun. Deforestasi dan perusakan habitat membuat mereka kehilangan tempat bersarang. Di beberapa wilayah, mereka bahkan dianggap langka.

Meski begitu, ada juga kabar baik. Banyak taman dan kebun binatang di dunia, termasuk di Indonesia, mulai berusaha melakukan konservasi. Misalnya, di Kebun Binatang Ragunan dan beberapa taman margasatwa di Jawa Timur, pengunjung bisa melihat langsung pesona Bebek Mandarin yang dipelihara dengan baik. Program penangkaran ini menjadi upaya kecil tapi berarti agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan keindahan burung ini dengan mata kepala sendiri.

Pertemuan Kedua: Renungan di Balik Keindahan

Penjelasan Bebek Mandarin: Sejarah, Karakteristik, Perawatan, Pemeliharaan Dan Harga

Beberapa bulan setelah sore pertama itu, aku kembali ke danau yang sama. Dan di sana, seolah menungguku, sepasang bebek Mandarin itu masih berenang berdampingan. Mereka bergerak begitu sinkron, bahkan ketika arus air berubah. Aku duduk di bangku, memperhatikan mereka selama hampir satu jam.

Entah kenapa, pemandangan itu membuatku merenung. Di dunia manusia, hubungan sering kali rapuh—mudah retak hanya karena perbedaan kecil. Tapi bebek kecil ini mengajarkan sesuatu yang sederhana tapi mendalam: cinta sejati tidak selalu keras dan penuh drama, tapi lembut, konstan, dan penuh kesetiaan.

Aku mulai memahami mengapa banyak orang menjadikan bebek Mandarin sebagai simbol spiritual. Mereka mengingatkan kita bahwa cinta sejati bukan sekadar perasaan, tapi juga komitmen dan kebersamaan dalam menghadapi arus kehidupan.

Fakta Unik yang Menarik

Selain kisah romantisnya, ada banyak hal menarik tentang bebek ini. Misalnya:

  • Bebek Mandarin jantan hanya memiliki bulu berwarna cerah selama musim kawin. Setelah itu, mereka berganti bulu dan tampil lebih sederhana.

  • Mereka tidak berkuak keras seperti bebek biasa. Suaranya lembut dan pendek, lebih mirip peluit.

  • Walau tubuhnya mungil, mereka termasuk penerbang yang tangguh dan bisa terbang cepat dengan manuver yang lincah di antara pepohonan.

  • Dalam beberapa penelitian, bebek Mandarin jantan kadang ikut menjaga anak-anaknya bersama induk betina—hal yang jarang ditemukan pada spesies bebek lainnya.

Bebek Mandarin di Dunia Modern

Kini, gambar dan simbol bebek Mandarin sering ditemukan dalam karya seni, dekorasi rumah, bahkan desain pakaian. Banyak pasangan muda yang meletakkan pajangan bebek Mandarin di kamar tidur sebagai simbol keharmonisan rumah tangga. Di beberapa toko feng shui, benda ini dianggap membawa energi positif untuk hubungan dan cinta.

Namun bagiku, maknanya lebih dari sekadar simbol keberuntungan. Ia menjadi pengingat bahwa dalam kehidupan modern yang sibuk dan penuh distraksi, cinta sejati masih bisa ada—kalau kita mau merawatnya, seperti sepasang bebek yang setia di permukaan danau itu.

Sebuah Pelajaran dari Alam

Ketika matahari kembali tenggelam di ufuk barat, aku berdiri dari bangku dan menatap air yang memantulkan warna langit. Di sana, sepasang bebek Mandarin masih berenang tenang, seolah tak terusik oleh waktu.

Aku tersenyum. Dari seekor bebek kecil, aku belajar tentang kesetiaan, ketulusan, dan arti kebersamaan. Bahwa cinta, sebagaimana alam, tidak perlu gemerlap untuk menjadi indah. Ia hanya butuh ketenangan, keseimbangan, dan keberanian untuk tetap berdampingan—apa pun arus yang datang.

Dan mungkin, di suatu tempat di dalam diri kita semua, ada sedikit bagian dari bebek Mandarin itu—bagian yang masih percaya bahwa cinta sejati memang bisa bertahan selamanya. 

Baca fakta seputar : animals

Baca juga artikel menarik tentang : Menelusuri Dunia Walabi: Satwa Ikonik Australia yang Menakjubkan