Putu Ayu Kalau ada satu makanan yang bisa langsung ngebawa gue balik ke masa kecil, itu ya Putu Ayu. Serius deh, setiap kali lihat si mungil ijo dengan parutan kelapa di atasnya itu, rasanya kayak diantar balik ke halaman rumah nenek, duduk di bangku kayu sambil dengerin suara pengukus yang mendesis di dapur wikipedia belakang.
Waktu kecil, gue nggak ngerti kenapa Putu Ayu ini bisa seenak itu. Mungkin karena manisnya pas, teksturnya lembut tapi nggak bikin eneg, dan yang paling penting: tampilannya kuliner tuh cantik banget! Ijo muda, dikasih topping kelapa putih bersih—kue mungil yang kelihatan anggun. Iya, gue bilang anggun. Karena walaupun dia sederhana, tapi elegan gitu.
Gue baru ngerti belakangan ini, ternyata bikin Putu Ayu itu nggak sesulit yang gue bayangin. Dulu mikirnya perlu skill tingkat dewa dan peralatan dapur yang fancy. Tapi begitu nyobain sendiri? Wah, ternyata bisa banget dikerjain sambil dengerin playlist nostalgia.
Gagal Total di Coba Pertama: Kelapa Jadi Asem?!
Oke, mari kita flashback ke momen gagal total yang bikin gue hampir kapok. Jadi waktu pandemi kemarin, gue iseng nyobain bikin Putu Ayu karena kangen berat sama jajanan pasar. Modal nekat, buka YouTube, cari resep Putu Ayu, terus gue langsung ke pasar beli bahan. Yang jadi bumerang? Kelapanya.
Gue beli kelapa parut tanpa bilang ke tukang kelapa kalau itu buat topping kue. Jadi dia kasih yang udah disimpan semalaman. Begitu dikukus, baunya… asem banget! Udah kayak fermentasi gagal. Kuenya sih jadi, bentuknya bagus, warnanya juga ijo cerah—tapi begitu dicium, langsung ilang selera. Gue belajar pelajaran penting dari situ: selalu bilang ke tukang kelapa kalau itu buat topping kue dan harus fresh.
Tips Bikin Putu Ayu Anti-Gagal ala Gue
Setelah percobaan pertama yang bisa dibilang “memalukan”, gue akhirnya nemu formula yang pas. Ini dia tips dari pengalaman pribadi yang bisa lo contek:
- Pilih kelapa muda – Ini penting banget. Kelapa tua bikin topping keras dan seret di tenggorokan. Mintalah kelapa muda dan parutannya harus agak kasar biar tetep lembut pas dikukus.
- Pakai pasta pandan asli – Kalau bisa, bikin sendiri dari daun pandan diblender. Tapi kalau ribet, pakai pasta pandan botolan juga oke. Cuma jangan kebanyakan, nanti pahit.
- Gunakan cetakan plastik khusus Putu Ayu – Cetakan yang bolong tengahnya itu loh. Jangan diganti pakai cetakan cupcake biasa, karena tekstur dan hasil akhirnya beda.
- Jangan overmix adonan – Ini kesalahan pemula yang sering kejadian. Aduk asal rata aja, biar teksturnya tetap empuk dan lembut, nggak bantat.
- Panaskan kukusan duluan – Ini penting! Kalau masukin adonan saat kukusan belum panas, kue bisa gagal ngembang.
Resep Putu Ayu Favorit yang Gue Pakai Sampai Sekarang
Setelah beberapa kali trial-error (dan lumayan banyak kue bantat yang gue kasih ke tetangga buat ‘minta pendapat jujur’), akhirnya gue settle sama resep ini:
Bahan:
- 3 butir telur
- 150 gr gula pasir
- 1 sdt SP (pengemulsi kue)
- 150 gr tepung terigu protein sedang
- 1 sdm susu bubuk (optional tapi bikin tekstur lebih lembut)
- 100 ml santan kental
- 1 sdt pasta pandan
- Kelapa parut muda secukupnya + sedikit garam untuk topping
Cara Membuat:
- Campur kelapa parut dengan sedikit garam, kukus sebentar (sekitar 10 menit). Sisihkan.
- Kocok telur, gula, dan SP sampai mengembang dan putih.
- Masukkan tepung dan susu bubuk secara bertahap, aduk balik sampai rata.
- Tambahkan santan dan pasta pandan, aduk perlahan sampai rata.
- Siapkan cetakan, olesi sedikit minyak, masukkan kelapa parut ke dasar cetakan, tekan-tekan biar nempel.
- Tuang adonan ke cetakan (jangan penuh-penuh ya).
- Kukus selama 15–20 menit di kukusan yang sudah panas.
Momen “Aha!” Saat Putu Ayu Gue Laku Keras
Lucunya, setelah beberapa kali bikin buat keluarga dan tetangga, ada salah satu tante gue yang bilang, “Eh, kamu jualan Putu Ayu aja deh, ini enak banget!” Awalnya gue pikir itu cuma basa-basi. Tapi pas ditawarin buat isi snack box arisan, tiba-tiba order masuk 50 biji!
Momen itu tuh kayak klik gitu loh di kepala. Ternyata makanan tradisional kayak Putu Ayu ini nggak pernah kehilangan tempat di hati orang. Meskipun sekarang jajanannya udah macem-macem, dari yang Korea-Korean sampe Jepang-Jepangan, tetap aja si Putu Ayu punya pesonanya sendiri.
Dan sejak itu, gue kadang iseng buka pre-order kecil-kecilan, cuma buat fun (dan buat modal beli cetakan-cetakan lucu lainnya, hehe).
Kenapa Menjaga Warisan Jajanan Tradisional Itu Penting?
Gue makin sadar, jajanan kayak Putu Ayu ini bukan cuma tentang rasa enak. Dia itu kayak “time capsule” mini—ngingetin kita akan masa kecil, keluarga, dan budaya. Dan kalau kita sendiri nggak coba lestarikan, siapa lagi?
Gue pernah ngobrol sama anak-anak tetangga yang udah SMP, mereka bahkan nggak tahu Putu Ayu itu apa! Sedih banget. Mereka lebih kenal macaron atau churros daripada kue tradisional sendiri. Padahal, bikin Putu Ayu itu jauh lebih terjangkau dan sehat (nggak gorengan, nggak penuh pewarna aneh-aneh).
Tips Simpan dan Variasi Modern ala Gue
Putu Ayu emang paling enak dimakan hangat-hangat, tapi kalau sisa, bisa juga disimpan:
- Masukkan ke dalam wadah tertutup, simpan di kulkas, tahan 2–3 hari.
- Saat mau dimakan lagi, tinggal kukus ulang sekitar 5 menit.
Kalau mau nyoba yang beda, ini beberapa variasi seru yang pernah gue coba:
- Putu Ayu Red Velvet – ganti pasta pandan dengan pewarna merah + sedikit cocoa powder
- Putu Ayu Cokelat Keju – tambahkan meses atau keju parut di dalam adonan, jadi kaya surprise filling
- Putu Ayu Pelangi – bikin adonan 3 warna, tuang bertahap ke cetakan
Penutup: Jangan Takut Nyoba, Kuenya Nggak Akan Gigit
Kalau kamu masih mikir bikin Putu Ayu itu ribet, percayalah, itu cuma perasaan awal aja. Begitu nyoba sekali, dan liat hasilnya cantik banget, dijamin nagih. Gue udah buktikan sendiri—dari gagal total sampe sekarang bisa bikin untuk jualan kecil-kecilan.
Intinya sih, jangan takut sama jajanan tradisional. Justru itu yang bikin kita beda dan punya cerita. Dan siapa tahu, dari cuma iseng nostalgia, bisa jadi pintu rezeki baru juga. Selamat mencoba, dan jangan lupa siapin teh hangat pas Putu Ayu-nya udah mateng ya!
Baca Juga Artikel Ini: Tagine Maroko: Hidangan Tradisional dengan Cita Rasa Kaya